Kamis, 28 November 2013

KAMPUNG KAPITAN 7 ULU PALEMBANG

#WisataSejarahKMBP
 
PDFPrintE-mail
Kampung Kapitan – Palembang

Kampung Kapitan – sebuah kampung China yang ada di Palembang. Tidak hanya pemukiman warga Tionghoa saja, melainkan tempat ini memiliki sejarah dan budaya etnis Tionghoa sejak masa kolonial Belanda.

Kapitan sendiri berarti pemimpin di wilayah ini, dipilih oleh Belanda berdasarkan status ekonomi tertinggi di kampung itu. Pemilihan dengan cara seperti ini dikarenakan, menjadi seorang Kapitan tidak di gaji oleh Belanda. Posisi Kapitan sendiri dalam pemerintahan yakni di bawah Walikota, tetapi masih di atas Camat. Tugas-tugasnya di antara lain, mengurus kependudukan, pernikahan, perceraian serta pembayaran pajak usaha yang nantinya akan di setor ke kompeni Belanda.

Kampung ini diperkirakan sudah ada sekitar 325 tahun yang lalu, tidak diketahui secara pasti tepatnya, karena hilangnya buku silsilah yang pertama, yaitu buku silsilah generasi 1-7, sedangkan yang ada hanya buku silsilah generasi ke 8-12. Kapitan terakhir adalah generasi ke-10 yakni Tjoa Ham Hin (1850), dan di angkat menjadi Kapitan oleh Belanda pada tahun 1880 sampai beliau meninggal pada tahun 1921. Saat ini, generasi ke-13 masih ada di kampung ini walaupun sudah cukup tua dan sudah lumpuh.

Lokasi dan Akomodasi

Kampung Kapitan beralamat di Kelurahan 7 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu 1, Kapitan Palembang. Letaknya juga di tepi ulu sungai musi. Untuk menuju kampung ini melalui jalan darat mungkin agak sulit bagi yang belum begitu paham wilayah sekitar 7 Ulu, tapi akses untuk menuju kesana jika dari bawah jembatan ampera adalah dengan naik angkot jurusan Ampera-Kertapati dengan ongkos sebesar Rp. 3000. Lalu berhenti di simpang pasar klinik. Dari sini sebenarnya bisa untuk berjalan, jika turun di pasar klinik jalan terus sampai di simpang 3, belok ke kanan, tidak jauh dari sini anda akan melihat papan tulisan Kampung Kapitan di sebelah kiri anda.

Tapi jika anda malas untuk berjalan, anda bisa naik ojek dari pasar klinik menuju Kampung Kapitan dengan membayar ongkos sekitar Rp. 6000. Letak kampung ini di tengah pemukiman warga lain dan melewati pasar, jadi jalanan sangat ramai.

Tapi jika anda ingin akses yang lebih mudah, bisa menggunakan alat transportasi air yaitu ‘ketek’, naik dari dermaga di Benteng Kuto Besak, lalu menyebrang ke Kampung Kapitan. Jika anda hanya sendiri biasanya dikenakan ongkos sebesar Rp. 15000, tapi jika anda dengan rombongan, satu ketek cukup membayar Rp. 25000 saja. Anda akan di antar ke seberang dan dengan mudah anda akan masuk ke wilayah kampung Kapitan.

Wisata

Di kampung ini pastinya anda akan melihat pemukiman penduduk dan sepertinya tidak semuanya etnis Tionghoa untuk saat ini. Di kampung ini ada sebuah taman yang tampaknya baru di bangun, sehingga memperindah dan membuat kampung ini tampak asri. Tetapi objek utama di kampung ini adalah dua buah bangunan bersejarah yang menjadi tempat tinggal Kapitan dari masa kolonial dulu.

Bangunan pertama adalah rumah tempat tinggal Kapitan. Di rumah ini sekarang di tempati oleh keturunan Kapitan, dan keluarga yang menempati rumah ini masih bermarga Tjoa, sama seperti Kapitan ke-10. Ketika anda berkunjung ke rumah Kapitan yang berdinding kayu, ruang pertama layaknya ruang tamu, ada kursi, meja serta foto-foto serta lukisan yang unik.

Ada dua hal yang unik di ruangan ini, pertama, foto Kapitan ke-10 dengan pakaian dinasnya tampak bagaikan 3 dimensi, jika kita melihat dari sudut pandang di kanan foto, maka sang Kapitan akan menghadap ke kanan, yaitu menghadap ke anda, begitupun sebaliknya. Kedua, lukisan sang Kapitan, sama seperti foto, bedanya hanya mata dan sepatunya yang tampak bergerak mengikuti arah anda melihat. Ternyata keunikan ini juga belum lama diketahui pemilik, ternyata yang menyadarinya adalah tamu yang datang ketempat itu, sehingga menambah keunikan tersendiri di rumah itu.

Di ruangan kedua, ada tempat sembahyang untuk kaum Tionghoa, anda boleh masuk ke sini, hanya saja wanita yang sedang datang bulan dilarang masuk, karena merupakan tempat suci untuk mereka sembahyang. Di rumah ini, anda bisa bertemu dengan generasi ke-13 yang sudah tampak tua dan sudah lumpuh. Tapi masih bisa diajak sedikit berkomunikasi walaupun kadang kurang jelas mendengar perkataannya, tapi jangan khawatir, kita bisa bertanya lebih jelas dan detail pada menantu beliau yang sekarang juga sudah cukup tua, tapi masih sehat dan lancar untuk berbicara.

Di gedung sebelahnya, yang berbahan beton, merupakan kantor sang Kapitan. Di sinilah bangsa-bangsa Belanda sering datang berkunjung dengan berbagai macam tujuan. Pada saat itu juga sering diadakan pesta di gedung satu ini, pesta yang di hadiri oleh orang yang memiliki status sosial dan ekonomi yang tinggi. Sebenarnya hanya dua bangunan ini yang menjadi pokok utama wisata di Kampung Kapitan ini.

Tips

Ada beberapa hal yang tampaknya bisa membantu kenyamanan wisata anda ke Kampung Kapitan ini, di antaranya :

1. Jika anda ingin menuju Kampung Kapitan melalui jalur sungai, sebaiknya ajak beberapa orang untuk mengefisienkan biaya angkutan ‘ketek’, selain itu angkutan ini juga recommended untuk menghindari macet di Jembatan Ampera ataupun daerah sekitar kertapati.

2. Usahakan bertanya pada pemilik rumah agar anda bisa bertemu dengan menantu dari keturunan ke-13 agar anda bisa bertanya lebih rinci tentang Kampung Kapitan ini.

3. Lebih baik menggunakan kendaraan umum karena jika anda membawa mobil ketika ingin memasuki kampung, ada beberapa orang yang berjualan di depan gang, sehingga mobil anda tidak bisa masuk. Atau jika anda memang ingin menggunakan kendaraan pribadi, gunakanlah motor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar