Saat saya berkunjung ke Palembang, saya mengunjungi suatu pulau unik
yang terletak di tengah Sungai Musi, Pulau Kemaro namanya. Kemaro dalam
bahasa Palembang berarti “kemarau”. Menurut masyarakat Palembang, nama
tersebut diberikan karena pulau ini tidak pernah tergenang air. Ketika
air pasang besar dan volume air Sungai Musi meningkat, Pulau Kemaro
tidak akan kebanjiran dan akan terlihat dari kejauhan terapung di atas
perairan Sungai Musi.
Pulau Kemaro sudah menjadi tempat plesiran terkenal di Palembang.
Pulau ini terletak sekitar 6 km dari Jembatan Ampera, Palembang,
Sumatera Selatan. Untuk menuju Pulau ini saya menggunakan kapal kecil
yang saya sewa dari Dermaga bawah Jembatan Ampera yang lokasinya
bersebelahan dengan halte Trans Musi Ampera. Untuk sampai ke pulau ini,
dari dermaga saya harus menempuh perjalanan kurang lebih 30 menit
menyusuri arus liar Sungai Musi.
Sesaat kapal yang saya naiki masih melaju di Sungai Musi dan belum
berlabuh di Dermaga Pulau Kemaro, Pagoda besar di Pulau Kemaro sudah
bisa terlihat, saya melihat kemegahan pagoda dari kejauhan.
Saat saya menapakkan kaki di pulau ini, saya merasakan nuansa
Tionghoa yang kental. Ini bisa dilihat dari kemeriahan warna dan
kemegahan pagoda dan kelenteng yang menghiasi pulau tersebut. Pagoda
Pulau Kemaro dibangun pada 2006, tingginya mencapai sembilan lantai.
Pagoda ini merupakan pagoda tertinggi di Palembang, dan kini Pagoda ini
telah menjadi ikon pulau Kemaro. Nuansa Cinanya begitu amat kental. Bagi
saya tidak perlu jauh-jauh pergi ke negara China untuk lihat Pagoda, Di
Indonesia ternyata juga ada, saya cukup mampir ke Pulau Kemaro sudah
bisa melihat pagoda bergaya dan bernuansa China.
Selain pagoda, Di Pulau Kemaro terdapat sebuah kelenteng Buddha yang
selalu dikunjungi penganutnya, terutama pada perayaan Cap Go Meh. Tidak
hanya masyarakat keturunan Tiong Hoa di Kota Palembang, tetapi juga dari
berbagai daerah di Indonesia.
Di Pulau Kemaro terdapat sebuah batu besar yang bertuliskan mengenai
sejarah Pulau Kemaro. Dari tulisan tersebut saya mengetahui sejarah dan
legenda Pulau Kemaro. Legenda Pulau Kemaro menceritakan kisah cinta
antara Putri Raja Palembang, Siti Fatimah dengan saudagar kaya sekaligus
pangeran asal negeri China, Tan Bun Ann. Keduanya saling jatuh cinta
dan sepakat untuk menikah. Siti Fatimah mengajukan syarat pada Tan Bun
Ann untuk menyediakan sembilan guci berisi emas. Tan Bun Ann kemudian
mengirim seorang pengawalnya pulang ke Tiongkok untuk meminta emas dan
restu pada orang tuanya. Tentu saja permintaan ini disetujui orang tua
Tan Bun Ann. Untuk menjaga emas tersebut dari bajak laut, guci berisi
emas tersebut ditutupi dengan asinan sawi. Sesampainya di dekat Pulau
Kemaro, Tan Bun Ann terdorong untuk memeriksa isi guci. Melihat isinya
hanya asinan sawi, ia pun kesal dan membuang guci-guci itu ke sungai.
Namun, guci terakhir yang ia lempar tidak sengaja pecah. Di situlah ia
melihat keping-keping emas. Rasa kecewa dan menyesal membuat sang anak
raja memutuskan untuk menerjunkan diri ke sungai dan tenggelam. Sang
putri pun ikut menerjunkan diri ke sungai dan juga tenggelam. Sang putri
dikuburkan di Pulau Kemaro tersebut dan untuk mengenangnya dibangunlah
kuil.
Hal unik lain dari Pulau Kemaro adalah keberadaan Pohon Cinta. Pohon
Cinta ini adalah sebuah beringin yang sudah cukup tua dengan ranting
yang sangat rimbun. Konon, bila seseorang menuliskan nama dirinya dan
pasangannya di pohon itu, maka jalinan cinta mereka akan semakin
langgeng. Sebelum bergegas pulang kembali ke Jembatan Ampera, saya
menghampiri pohon ini, terlihat pohon begitu besar dan rimbun. Terkait
dengan mitos pohon itu, saya tidak mencoba menuliskan nama saya di pohon
tersebut, karena saya kurang percaya dengan hal-hal yang agak berbau
mitos seperti itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar